Perawatan Demam Berdarah, Perlukah Tranfusi?
Demam berdarah dengue (DBD) adalah infeksi virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Salah satu perhatian utama dalam perawatan demam berdarah adalah bagaimana menangani kebocoran plasma dan trombositopenia, yaitu penurunan jumlah trombosit yang signifikan.
Namun, apakah transfusi darah atau trombosit diperlukan dalam pengobatan demam berdarah? Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai transfusi dalam perawatan pasien DBD.
Pengelolaan Kebocoran Plasma dan Syok
Pada kasus DBD yang parah, kebocoran plasma menjadi salah satu masalah utama. Kebocoran ini menyebabkan penurunan volume darah yang dapat memicu syok hipovolemik, di mana tubuh kekurangan cairan yang cukup untuk menjaga aliran darah yang normal.
Gejala syok ini sering muncul menjelang akhir fase demam, sehingga memerlukan perhatian medis yang sangat cermat. Perawatan demam berdarah untuk kebocoran plasma adalah rehidrasi yang memadai.
Pada pasien tanpa tanda bahaya dan yang masih bisa minum cairan, rehidrasi oral mungkin cukup efektif. Namun, untuk pasien yang mengalami tanda bahaya atau tidak bisa minum, pemberian cairan intravena diperlukan.
Jika tidak ditangani dengan baik, syok bisa terjadi berulang kali dalam 24-48 jam pertama setelah kebocoran plasma. Oleh karena itu, pasien perlu dipantau secara ketat di unit perawatan intensif (ICU) untuk memastikan stabilitas sirkulasi darahnya.
Peran Transfusi Trombosit
Trombositopenia adalah salah satu ciri khas DBD. Pada beberapa kasus, penurunan trombosit ini dapat memicu perdarahan. Namun, apakah pasien DBD yang mengalami trombositopenia perlu mendapat transfusi trombosit?
Menurut penelitian, sekitar 20%-60% pasien yang dirawat di rumah sakit karena DBD mengalami manifestasi perdarahan, mulai dari perdarahan ringan seperti mimisan hingga perdarahan hebat yang bisa berakibat fatal.
Namun, yang menarik adalah bahwa hubungan antara trombositopenia dan keparahan perdarahan tidak selalu kuat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa transfusi trombosit profilaksis (pencegahan) pada pasien yang tidak mengalami perdarahan atau hanya mengalami perdarahan ringan tidak secara signifikan mengurangi risiko perdarahan parah.
Bahkan, transfusi trombosit dapat menyebabkan efek samping seperti kelebihan cairan dan reaksi alergi. Oleh karena itu, transfusi trombosit tidak disarankan sebagai tindakan pencegahan pada pasien dengan trombositopenia ringan atau tanpa perdarahan. Penggunaan transfusi trombosit lebih diprioritaskan pada kasus-kasus yang melibatkan perdarahan hebat dan mengancam nyawa.
Kapan Transfusi Diperlukan Pada Perawatan Demam Berdarah?
Dalam situasi di mana perdarahan yang parah terjadi, transfusi darah dapat diperlukan. WHO merekomendasikan penggunaan transfusi darah merah segar atau darah utuh untuk mendukung pasien dengan perdarahan signifikan.
Namun, transfusi trombosit mungkin dipertimbangkan pada pasien dengan perdarahan yang mengancam nyawa dan trombositopenia parah yang tidak merespon terapi lainnya. Selain transfusi trombosit, ada langkah-langkah lain yang dapat diambil untuk mengatasi perdarahan.
Misalnya, koagulopati atau gangguan pembekuan darah perlu diperbaiki dengan pemberian plasma beku segar, kriopresipitat, atau vitamin K.
Pemantauan yang ketat adalah kunci dalam perawatan demam berdarah, terutama pada fase kritis di mana kebocoran plasma dan trombositopenia mencapai puncaknya. Melalui pemantauan yang cermat, dokter dapat mengidentifikasi tanda-tanda awal syok atau perdarahan dan mengambil tindakan yang tepat.
Untuk Anda yang ingin belajar lebih dalam tentang darah serta pengelolaannya dan mencari tempat kuliah Bank Darah Tenggarong yang berkualitas, STIKes Husada Borneo menjadi salah satu pilihan yang patut Anda pertimbangkan. Ketahui lebih lanjut informasi pendaftaran melalui stikeshb.ac.id atau @stikeshb di Instagram!
Sumber:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2667100X23000567