
Mengapa Junk Food Bikin Ketagihan? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Keinginan untuk menikmati junk food sering kali muncul tiba-tiba. Makanan ini terlihat menggoda, mudah didapat, dan terasa lezat. Namun, banyak orang tidak menyadari bahwa konsumsi junk food bisa menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan.
Fenomena ini bukan sekadar masalah selera, tetapi juga berkaitan dengan reaksi kimia dalam otak. Ada alasan ilmiah mengapa junk food bisa membuat seseorang ketagihan dan terus menginginkannya.
Apa Itu Junk Food?
Menurut Kaur & Kochar (2019), junk food adalah makanan cepat saji yang praktis dikonsumsi. Kandungan gizinya rendah, tetapi tinggi lemak, gula, dan garam, sehingga berdampak buruk pada kesehatan.
Istilah “junk food” pertama kali diperkenalkan oleh Michael Jacobson pada 1972. Ia adalah direktur Pusat Sains untuk Kepentingan Umum yang ingin meningkatkan kesadaran publik tentang makanan tinggi kalori dengan sedikit manfaat gizi.
Mengapa Junk Food Begitu Adiktif?
Kunci utama dari kecanduan junk food adalah dopamin. Zat ini merupakan neurotransmitter yang bertanggung jawab atas rasa senang dan sistem penghargaan dalam otak. Saat mendengar lagu favorit, mencapai target tertentu, atau melihat tim kesayangan menang, dopamin ikut berperan dalam menciptakan perasaan bahagia.
Dopamin sendiri tidak berbahaya. Masalah muncul ketika sistem penghargaan ini diperkuat oleh konsumsi makanan tinggi gula, lemak, dan garam. Makanan ini merangsang pelepasan dopamin secara berlebihan, sehingga tubuh ingin mengulanginya terus-menerus.
Pada beberapa orang, reaksi ini mirip dengan efek yang ditimbulkan oleh zat adiktif seperti narkoba. Makin sering mengonsumsi junk food, makin tinggi keinginan untuk memakannya lagi. Inilah yang membuat seseorang sulit mengendalikan pola makan, meskipun sadar akan dampak negatifnya.
Cara Mengatasi Kecanduan Junk Food
Tubuh memerlukan makanan untuk bertahan hidup, sehingga pendekatan terhadap kecanduan makanan perlu berbeda. Berikut lima langkah untuk mengatasinya:
1. Mengenali Keinginan Makan yang Tidak Perlu
Langkah pertama adalah menyadari bahwa keinginan makan makanan tak sehat hanyalah dorongan sesaat. Saat muncul keinginan itu, coba tanyakan pada diri sendiri, “Apakah tubuh saya benar-benar membutuhkan ini?” Dengan melatih pola pikir ini, keinginan makan bisa dikendalikan secara perlahan.
2. Berlatih Belas Kasih terhadap Diri Sendiri
Kecanduan makanan bukan kelemahan pribadi, tetapi hasil dari reaksi kimia otak. Daripada menyalahkan diri sendiri, coba pahami bahwa ini adalah respons alami tubuh. Berlatih menerima kenyataan ini bisa membantu mengurangi rasa bersalah dan membangun pola pikir yang lebih sehat.
3. Menunda Keinginan
Saat muncul dorongan untuk mengonsumsi jenis makanan ini, cobalah mengalihkan perhatian ke aktivitas lain. Membaca buku atau melakukan hobi bisa menjadi cara efektif untuk menunda konsumsi makanan tidak sehat.
4. Memikirkan Dampak Jangka Panjang
Sebelum makan junk food, pertimbangkan dampaknya. Apakah ini benar-benar memberikan manfaat? Bagaimana perasaan setelah mengonsumsinya? Kebiasaan berpikir seperti ini membantu menyadari bahwa kepuasan dari junk food bersifat sementara, tetapi dampak negatifnya bisa berlangsung lama.
5. Mengembangkan Perilaku yang Lebih Sehat
Menjauh dari makanan tak sehat bukan hanya tentang menghindari makanan, tetapi juga membentuk kebiasaan dan identitas yang lebih baik. Menulis tujuan hidup sehat bisa menjadi pengingat agar tidak kembali ke pola makan lama.

Ketergantungan pada junk food bukan hanya soal selera, tetapi juga reaksi biologis yang terjadi dalam otak. Memahami mekanismenya membantu seseorang mengontrol kebiasaan makan dan beralih ke pola hidup yang lebih sehat.
Bagi yang ingin memperdalam ilmu gizi dan memahami lebih dalam tentang pola makan sehat, kuliah di Program Studi S1 Gizi Banjarbaru, STIKes Husada Borneo, bisa menjadi langkah tepat untuk berkontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Kunjungi stikeshb.ac.id untuk mendapatkan informasi lengkap tentang jurusan dan pendaftaran. Follow juga @stikeshb di Instagram untuk beragam konten bermanfaat seputar dunia kesehatan dan pendidikan!
Sumber:
https://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/MAHESA/article/view/13133/pdf