
Demam Tifoid: Kenali Gejala, Penyebab, dan Peran Gizi
Demam tifoid adalah salah satu penyakit infeksi yang masih sering ditemukan di Indonesia, terutama pada daerah dengan sanitasi yang belum optimal. Penyakit ini menyerang sistem pencernaan dan bisa berdampak serius jika tidak ditangani dengan baik.
Selain pengobatan dengan antibiotik, proses pemulihan demam tifoid sangat dipengaruhi oleh pola makan dan asupan nutrisi. Oleh karena itu, penting memahami penyakit ini secara menyeluruh, termasuk peran gizi dalam mendukung kesembuhan.
Apa Itu Demam Tifoid?
Demam tifoid adalah infeksi bakteri Salmonella typhi yang ditularkan melalui makanan atau minuman yang tercemar. Penularan juga bisa terjadi lewat kontak langsung dengan feses, urin, atau cairan tubuh penderita.
Faktor utama penyebarannya adalah rendahnya kebersihan lingkungan dan praktik sanitasi yang buruk. Oleh karena itu, penyakit ini sering muncul di wilayah padat penduduk dengan akses air bersih yang terbatas.
Gejala Demam Tifoid
Gejala demam tifoid tidak selalu spesifik, namun ada pola yang khas dan perlu dikenali sejak dini agar tidak berkembang menjadi lebih parah.
Demam yang Bertahap
Demam biasanya meningkat perlahan, terutama menjelang sore hingga malam hari, lalu menurun saat siang hari. Pada minggu kedua, demam bisa mencapai 39–40°C dan bersifat menetap.
Gangguan Pencernaan
Pasien bisa mengalami nyeri perut, konstipasi, atau diare. Pada anak-anak dan penderita HIV, gejala diare lebih sering muncul dibandingkan pasien dewasa sehat.
Gejala Umum Lainnya
Sakit kepala, nafsu makan menurun, mual, nyeri otot dan sendi juga sering dialami. Pada pemeriksaan fisik, bisa ditemukan lidah kotor, pembesaran hati dan limpa, serta rose spot.
Rose Spot
Rose spot merupakan bercak kemerahan berukuran 2–4 mm yang muncul di perut atau dada. Muncul pada sekitar 5–30% kasus, namun jarang terlihat pada kulit gelap.
Gejala biasanya muncul setelah masa inkubasi 7–14 hari, namun bisa lebih cepat atau lambat tergantung daya tahan tubuh individu.

Peran Gizi dalam Pemulihan
Jika mengalami gejala seperti demam tinggi yang menetap, nyeri perut, diare atau konstipasi, serta tubuh terasa sangat lemas, penderita sebaiknya segera diperiksa di fasilitas kesehatan atau rumah sakit. Diagnosis cepat dan penanganan yang tepat penting untuk mencegah komplikasi serius akibat demam tifoid.
Setelah didiagnosis, pengobatan utama memang menggunakan antibiotik. Namun peran gizi tidak bisa diabaikan. Asupan makanan yang tepat membantu tubuh melawan infeksi dan mempercepat proses penyembuhan jaringan yang rusak.
Berdasarkan jurnal oleh Yelvi Levani dan Aldo Dwi Prastya (2020), pasien demam tifoid disarankan untuk mengonsumsi diet lunak rendah serat, maksimal 8 gram per hari. Tujuannya agar saluran cerna tidak terbebani selama masa infeksi.
Jenis makanan yang sebaiknya dihindari mencakup susu, daging berserat kasar, makanan berlemak, terlalu manis, asam, dan berbumbu tajam. Pemberian makanan dilakukan dalam porsi kecil namun sering, untuk menjaga energi tetap stabil tanpa memberi tekanan pada pencernaan.
Pasien juga dianjurkan untuk tirah baring selama minimal tujuh hari setelah demam turun. Istirahat total penting agar tubuh bisa fokus pada pemulihan sistem imun dan jaringan.
Gizi bukan hanya mempercepat pemulihan, tapi juga berperan mencegah relaps. Oleh karena itu, menjaga kebersihan makanan dan air minum sama pentingnya dengan menjaga pola makan selama proses penyembuhan.
Jika kamu tertarik mendalami bagaimana gizi berperan dalam proses penyembuhan penyakit infeksi, kamu bisa mempertimbangkan melanjutkan pendidikan di bidang nutrisi klinis. Program S1 Gizi Banjarbaru, STIKes Husada Borneo bisa menjadi tempat yang tepat untuk belajar lebih dalam sekaligus mengaplikasikan ilmunya secara nyata di dunia kesehatan masyarakat.
Informasi pendaftaran secara lengkap bisa kamu dapatkan di stikeshb.ac.id atau Instagram @stikeshb.
Sumber: https://journal.unismuh.ac.id/index.php/aimj/article/download/4038/pdf